Langsung ke konten utama

REGENERASI PETANI DAN LAHAN SUBUR INDONESIA?

Bertani Lintas Generasi


Oleh : Yusuf Fahrizal
Mahasiswa Vokasi Universiatas Airlangga

Indonesia adalah negara Agraris tapi kenapa Indonesia masih mengimpor bahan makanan pokok dari luar negeri dan parahnya kebanyakan para petani di sawah telah menginjak usia lanjut, dan seharusnya para pemudahlah yang melanjutkan perjuangan mereka terutama mahasiswa yang menimba ilmu di bidang pertanian.

Padahal Indonesia memiliki banyak lulusan dibidang pertanian, lalu kemana saja alumni / mahasiswa pertanian ? yang seharusnya mereka mengembangkan sektor-sektor pertanian yang ada di Indonesia ini dengan ilmu-ilmunya ,  Apakah mungkin mereka menganggap remeh pekerjaan menjadi seorang petani ? hal ini dirasa selaras dengan Tan Malaka yang mengungkapkan “ Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah menganggap dirinya terlalu tinnggi dan pintar untuk melebur dengan masyarkat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali “, dan apalagi kini tengah hangat kasus pergusuran lahan pertanian untuk dijadikan lahan industri.

Jika para mahasiswa yang bergelut dan menimba ilmu di bidang pertaniaan enggan mengembangkan sektor pertanian di Indoneisa yang subur gemah ripah loh jinawi ini bisa jadi pihak pihak asing akan menguasai sektor sektor pertanian dan tentunya imbasnya akan kembali ke masyarakat Indonesia sendirilah yang akan menjadi buruhnya.

Maka dari itu kawan-kawan ini bukan hanya tugas mahasiswa yang menimba ilmu dalam bidang pertanian saja, tapi ini tugas untuk kita semua, mengingat tridarma perguruan tinggi “3. Pengabdian Masyarakat” dan kita juga harus mengingat pula mahasiswa adalah ujung tombak perubahan Indonesia.

Diam tertindas
Atau Bangkit Melawan

Magetan 03-01-17

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EVOLUSI PERTANIAN, REVOLUSI INDUSTRI DAN MASA DEPAN PETANI

Ilustrasi Hingga abad 18, semua petani di belahan bumi ini masih menggunakan pertanian alami. Revolusi industri yang terjadi di Eropa telah mengubah wajah dunia menjadi serba cepat, massal dan global. Merkantilisme yang bergerak diawal abad 16 yang ditandai dengan penjelajahan samudera dan benua baru oleh bangsa eropa semakin menemukan pasangannya setelah revolusi industri pecah di prancis dan inggris. Pelan-pelan merkantilisme berubah menjadi kolonialisme di bumi Asia, Afrika dan amerika latin. Pengenalan berbagai macam tanaman perkebunan untuk kepentingan eropa dikembangkan secara besar-besaran di negeri jajahan , termasuk Indonesia. Orientasi pertanian berubah dari upaya memenuhi kebutuhan pangan domestik menjadi kebutuhan ekspor. Perlahan tapi pasti, rakyat dipaksa untuk membuka hutan menjadi perkebunan teh, karet, kina, kopi, kakau dan lainnya. pemanfaatan lahan untuk perkebunan semakin menjauhkan petani terhadap jenis tanaman pangan untuk kebutuhan keluarga. Pada situasi ini

PENDIDIKAN TINGGI, MIMPI ANAK PETANI MELARAT

Anak Desa Oleh : Boyan Pendidikan yang membumi merupakan pendidikan yang dialogis. Pendidikan yang membumi ini melihat antara teks (teori) pendidikan dengan konteks (realitas social). Di desa kecil di sebuah kawasan Jawa Tengah ada sebuah tipe sekolah menarik, pendidikan untuk anak petani. Dengan cita-cita utama mewujudkan sebuah system pendidikan yang berguna bagi kehidupan. Pendidikan anak petani merupakan pendidikan pemberontakan. Sebuah bentuk pendidikan yang lain dari apa yang kita saksikan selama ini. Dimana pendidikan hanya mengajarkan bagaimana seseorang tergantung pada universitas (SMA) dan tekhnologi (SMK). Pendidikan alternative membetot segala silang sengkarut pendidikan yang selama ini hanya bagus di teks (KTSP) tanpa melihat situasi riil yang dihadapi masyarakat. Model pendidikan alternative hadir dari kebutuhan masyarakat yang butuh kelanjutan. Melanjutkan generasi tani yang hamper mati akibat hilangnya potensi desa karena ditinggal sebagian terbesar tenaga ke

KONSEP REFORMA AGRARIA DIPERTANYAKAN

Tanah Untuk Rakyat Konsep reforma agraria yang kini diusung pemerintah untuk menjalankan kebijakan pemerataan, dipertanyakan. Sebab tidak mencakup syarat baku reforma agraria sebagaimana dilakukan di sejumlah negara. Direktur Eksekutif Sajogyo Institute Eko Cahyono di Bogor, Rabu (15/2), menyatakan, reforma agraria merupakan konsep yang sudah baku. Reforma agraria mensyaratkan minimal empat faktor, yakni restrukturisasi dari ketimpangan struktur agraria, penyelesaian konflik-konflik agraria, cakupan lintas sektoral, dan ditujukan untuk petani miskin dan kelompok masyarakat tak bertanah. Sehingga dari penjelasan pemerintah, konsep reforma agraria yang dianut, hanyalah kebijakan agraria dan bukan reforma agraria yang sesungguhnya. Alasannya, kebijakan yang digagas pemerintah tidak benar-benar merombak struktur agraria, tetapi lebih banyak soal sertifikasi lahan. ”Kebijakan agraria yang direncanakan pemerintah memang positif. Tapi tolong jangan menggunakan istilah kebijakan reforma ag