Langsung ke konten utama

REGENERASI PETANI, MODAL PENTING KEDAULATAN PANGAN

Regenerasi Petani

Oleh : Aditya Herwin Dwiputra

Pangan merupakan kebutuhan utama seluruh manusia. Kebutuhan pangan terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini terlihat dari permintaan bahan pangan di pasar yang cenderung terus meningkat. Pemerintah memang sudah menyadari kebutuhan pangan merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi, sehingga muncul program-program yang bertujuan untuk mencapai swasembada pangan seperti Repelita pada era orde baru dan program Upaya Khusus Tanaman Padi,Jagung dan Kedele (UPSUS PAJALE) pada era pemerintahan kini sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Regenerasi petani akan menjadi permasalahan krusial,jika kita melihat data Petani menurut klasifikasi umur yang di terbitkan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2013. Sekitar 61% petani utama berusia lebih dari 45 tahun, 1% petani berusia 15-24 tahun, 12% berusia 25-34 tahun dan 26% berusia 35-44 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa regenerasi muda kurang tertarik menjadi petani dan terjadi kelemahan regenerasi di sektor pertanian.

Masalah Regenerasi Petani

“Bayangkan jika 10-25 tahun ke depan regenerasi muda tidak/minim yang mau menjadi petani, lalu siapa yang akan memproduksi pangan?” Disatu sisi kebutuhan pangan terus mengalami peningkatan tetapi disisi lain terjadi permasalahan yang cukup beragam; lahan yang semakin sedikit,tingkat pendidikan petani yang masih rendah,urbanisasi pemuda tani sampai kepada kondisi sosial masyarakat dan alasan skematis untuk menjadikan petani sebagai pilihan kerja alternatif.

Sayang, sekali, Indonesia negara agraris tapi generasi mudanya kurang peduli pada pertanian, padahal pertanian memiliki potensi yang sangat besar bila di kembangkan dengan benar. Regenerasi petani sudah saatnya menjadi perhatian kita semua, masalah regenerasi petani ini memang terlihat biasa-biasa saja saat ini,tidak terlihat penting,tidak berdampak drastis,tetapi suatu saat akan membawa efek yang berbahaya di masyarakat.

Peningkatan produktivitas pertanian memang secara umum dapat dilakukan dengan pendekatan intensifikasi dan ekstensifikasi,tapi tampaknya sudah cukup sulit bila pendekatan ekstensifikasi dengan perluasan lahan dijadikan andalan pemerintah dalam mencapai swasembada pangan,karena dari data yang ada terjadi penurunan jumlah lahan dari tahun ke tahunnya. Masalah regenerasi petani semakin terlihat lebih jelas jika kita merujuk pada data mayoritas Petani di Indonesia,data BPS tahun 2013 menunjukkan sebesar 32,7% petani tidak/belum tamat Sekolah Dasar, 39,9% hanya lulusan Sekolah Dasar dan 27,4% lulusan Sekolah Menengah Pertama ke atas. Petani yang berpendidikan rendah menjadi salah satu kendala yang menghambat penerapan teknologi pertanian dilakukan.

Penurunan minat regenerasi muda di bidang pertanian juga disebabkan karena aspek sosial dan ekonomi yang kurang mendukung. Kondisi lingkungan sosial di masyarakat masih menganggap bahwa petani adalah pekerjaan yang kotor,petani merupakan golongan orang yang miskin dan lain sebagainya. Pandangan seperti ini memang harus segera diubah dengan cara pencerdasan kepada masyarakat khususnya regenerasi muda,melakukan pencerdasan dalam praktek budidaya pertanian modern,pelatihan analisis usaha tani dan pelatihan standarisasi kualitas produk pasca panen agar proses regenerasi bisa berjalan optimal dan kebutuhan pangan nasional bisa tercukupi.

Program intensif

Saat ini, petani merupakan pihak yang paling rendah posisi tawar dan paling minim informasi dalam rantai distribusi pertanian, akibatnya semakin sedikit generasi muda yang mau mencoba bertani dan melirik sektor ini.

Masalah regenerasi bisa menjadi kendala utama didalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Regenerasi erat kaitannya dengan pendidikan dan juga proses kaderasi yang di implementasikan dalam bentuk program-program dan pendampingan yang intensif.

Di dalam tata kelola pemerintahan,peran pemerintahan eksekutif disini adalah membuat program nyata yang didasari pada aspek ekonomi,artinya program pemerintah bertujuan untuk mencetak petani muda,pemerintah benar-benar membantu secara menyeluruh,mulai dari permodalan,dukungan sarana & prasaranan juga pendampingan. Kemudian,peran legislatif mengatur regulasi dan kebijakan yang bisa menjaga dan meningkatkan pendapatan ekonomi petani. Sedangkan untuk seluruh elemen masyarakat dihimbau untuk melakukan pengawasan,dukungan dan pendampingan yang intensif.

Apabila seluruh wilayah di Indonesia memiliki semangat yang sama,kemandirian pangan tentu bisa terwujud,asalkan mata rantai pertanian tidak terputus dan dukungan seluruh pihak berjalan terus.

Generasi muda harus terus maju dan berinovasi dalam mengembangkan pertanian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDIDIKAN TINGGI, MIMPI ANAK PETANI MELARAT

Anak Desa Oleh : Boyan Pendidikan yang membumi merupakan pendidikan yang dialogis. Pendidikan yang membumi ini melihat antara teks (teori) pendidikan dengan konteks (realitas social). Di desa kecil di sebuah kawasan Jawa Tengah ada sebuah tipe sekolah menarik, pendidikan untuk anak petani. Dengan cita-cita utama mewujudkan sebuah system pendidikan yang berguna bagi kehidupan. Pendidikan anak petani merupakan pendidikan pemberontakan. Sebuah bentuk pendidikan yang lain dari apa yang kita saksikan selama ini. Dimana pendidikan hanya mengajarkan bagaimana seseorang tergantung pada universitas (SMA) dan tekhnologi (SMK). Pendidikan alternative membetot segala silang sengkarut pendidikan yang selama ini hanya bagus di teks (KTSP) tanpa melihat situasi riil yang dihadapi masyarakat. Model pendidikan alternative hadir dari kebutuhan masyarakat yang butuh kelanjutan. Melanjutkan generasi tani yang hamper mati akibat hilangnya potensi desa karena ditinggal sebagian terbesar tenaga ke

KONSEP REFORMA AGRARIA DIPERTANYAKAN

Tanah Untuk Rakyat Konsep reforma agraria yang kini diusung pemerintah untuk menjalankan kebijakan pemerataan, dipertanyakan. Sebab tidak mencakup syarat baku reforma agraria sebagaimana dilakukan di sejumlah negara. Direktur Eksekutif Sajogyo Institute Eko Cahyono di Bogor, Rabu (15/2), menyatakan, reforma agraria merupakan konsep yang sudah baku. Reforma agraria mensyaratkan minimal empat faktor, yakni restrukturisasi dari ketimpangan struktur agraria, penyelesaian konflik-konflik agraria, cakupan lintas sektoral, dan ditujukan untuk petani miskin dan kelompok masyarakat tak bertanah. Sehingga dari penjelasan pemerintah, konsep reforma agraria yang dianut, hanyalah kebijakan agraria dan bukan reforma agraria yang sesungguhnya. Alasannya, kebijakan yang digagas pemerintah tidak benar-benar merombak struktur agraria, tetapi lebih banyak soal sertifikasi lahan. ”Kebijakan agraria yang direncanakan pemerintah memang positif. Tapi tolong jangan menggunakan istilah kebijakan reforma ag

20 Tahun Reformasi : Reformasi Hanya Setengah Hati!

Mahasiswa 1998 menduduki gedung parlemen Bulan Mei adalah bulan perjuangan. Di awali dengan hari buruh yang ramai disebut dengan May Day, kemudian Hari Pendidikan dan tidak bisa lupa dengan gerakan reformasi pada Mei 1998  yang berhasil melengserkan rezim Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun sejak dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal 11 Maret 1966 hingga tahun 1998. Masih terngiang-ngiang di alam pikiran tentang gerakan mahasiswa kala itu yang merupakan puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pro-demokrasi pada akhir dasawarsa 1990-an.             Gerakan ini mendapatkan momentumnya saat terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Peristiwa 27 Juli 1996 yang terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gera