Langsung ke konten utama

KONSEP REFORMA AGRARIA DIPERTANYAKAN

Tanah Untuk Rakyat
Konsep reforma agraria yang kini diusung pemerintah untuk menjalankan kebijakan pemerataan, dipertanyakan. Sebab tidak mencakup syarat baku reforma agraria sebagaimana dilakukan di sejumlah negara. Direktur Eksekutif Sajogyo Institute Eko Cahyono di Bogor, Rabu (15/2), menyatakan, reforma agraria merupakan konsep yang sudah baku. Reforma agraria mensyaratkan minimal empat faktor, yakni restrukturisasi dari ketimpangan struktur agraria, penyelesaian konflik-konflik agraria, cakupan lintas sektoral, dan ditujukan untuk petani miskin dan kelompok masyarakat tak bertanah. Sehingga dari penjelasan pemerintah, konsep reforma agraria yang dianut, hanyalah kebijakan agraria dan bukan reforma agraria yang sesungguhnya. Alasannya, kebijakan yang digagas pemerintah tidak benar-benar merombak struktur agraria, tetapi lebih banyak soal sertifikasi lahan. ”Kebijakan agraria yang direncanakan pemerintah memang positif. Tapi tolong jangan menggunakan istilah kebijakan reforma agraria. Cukup kebijakan agraria saja,” kata Eko. Pengatasnamaan reforma agraria tanpa memenuhi persyaratan bakunya, dikhawatirkan hanya akan membuat program tersebut dipandu kepentingan pasar. Ujung-ujungnya adalah penyiapan sumber-sumber agraria untuk kepentingan investasi. ”Kalau pemerintah memang ingin menjalankan reforma agraria, penting untuk merumuskan ulang program reforma agraria dengan para pelaku, aktivis, dan akademisi yang menekuni reforma agraria,” kata Eko. Para pelaku yang dimaksud, antara lain adalah masyarakat adat, petani, nelayan, dan buruh yang selama ini merindukan pelaksanaan reforma agraria. Pelibatan mereka dalam menyusun program sangat krusial.

Pilar kebijakan

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam wawancara khusus dengan Kompas pekan lalu, menyatakan, reforma agraria adalah payung dari salah satu pilar kebijakan pemerataan. Pilar kebijakan pemerataan terdiri atas tiga, yakni lahan, kesempatan, dan kualitas sumber daya manusia. ”Untuk lahan, payungnya adalah reforma agraria. Kita selalu mengatakan, kita adalah negara yang sangat besar dan luas. Memang luas. Tapi sebenarnya isu lahan adalah isu sangat penting untuk Indonesia,” kata Darmin. Dalam bahan presentasinya, reforma agraria diturunkan menjadi tiga aksi. Pertama adalah pembagian akses lahan yang adil kepada seluruh masyarakat. Kedua adalah penetapan prioritas peneriman Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) berdasarkan rasio gini tanah, kemiskinan, dan kebutuhan lahan. Ketiga adalah pengembangan usaha pertanian dengan metoda aglomerasi atau kluster. Menurut Darmin, 66 persen luas Indonesia berupa lautan. Berarti luas daratan tinggal sepertiganya. Dari daratan, menurut undang-undang, 67 persen adalah kawasan hutan. Berarti rakyat hanya bisa mengusahakan 1/9 luas tanah di Indonesia. Tanpa kawasan hutan, Indonesia termasuk negara terpadat kedua di dunia setelah India. Tingkat kepadatan Indonesia adalah 426 orang per kilometer persegi. Kalau kita bicara Jawa saja, maka tingkat kepadatannya adalah 1.466 orang per km persegi.

Sumber : https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170216/281943132638612

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EVOLUSI PERTANIAN, REVOLUSI INDUSTRI DAN MASA DEPAN PETANI

Ilustrasi Hingga abad 18, semua petani di belahan bumi ini masih menggunakan pertanian alami. Revolusi industri yang terjadi di Eropa telah mengubah wajah dunia menjadi serba cepat, massal dan global. Merkantilisme yang bergerak diawal abad 16 yang ditandai dengan penjelajahan samudera dan benua baru oleh bangsa eropa semakin menemukan pasangannya setelah revolusi industri pecah di prancis dan inggris. Pelan-pelan merkantilisme berubah menjadi kolonialisme di bumi Asia, Afrika dan amerika latin. Pengenalan berbagai macam tanaman perkebunan untuk kepentingan eropa dikembangkan secara besar-besaran di negeri jajahan , termasuk Indonesia. Orientasi pertanian berubah dari upaya memenuhi kebutuhan pangan domestik menjadi kebutuhan ekspor. Perlahan tapi pasti, rakyat dipaksa untuk membuka hutan menjadi perkebunan teh, karet, kina, kopi, kakau dan lainnya. pemanfaatan lahan untuk perkebunan semakin menjauhkan petani terhadap jenis tanaman pangan untuk kebutuhan keluarga. Pada situasi ini

PENDIDIKAN TINGGI, MIMPI ANAK PETANI MELARAT

Anak Desa Oleh : Boyan Pendidikan yang membumi merupakan pendidikan yang dialogis. Pendidikan yang membumi ini melihat antara teks (teori) pendidikan dengan konteks (realitas social). Di desa kecil di sebuah kawasan Jawa Tengah ada sebuah tipe sekolah menarik, pendidikan untuk anak petani. Dengan cita-cita utama mewujudkan sebuah system pendidikan yang berguna bagi kehidupan. Pendidikan anak petani merupakan pendidikan pemberontakan. Sebuah bentuk pendidikan yang lain dari apa yang kita saksikan selama ini. Dimana pendidikan hanya mengajarkan bagaimana seseorang tergantung pada universitas (SMA) dan tekhnologi (SMK). Pendidikan alternative membetot segala silang sengkarut pendidikan yang selama ini hanya bagus di teks (KTSP) tanpa melihat situasi riil yang dihadapi masyarakat. Model pendidikan alternative hadir dari kebutuhan masyarakat yang butuh kelanjutan. Melanjutkan generasi tani yang hamper mati akibat hilangnya potensi desa karena ditinggal sebagian terbesar tenaga ke