Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

SUDAHKAH PETANI KITA MERDEKA?

Merdeka? Jika diukur dari umur, usia negeri ini tidak ada apa-apanya dari usia petani. Sebelum negeri bernama Indonesia berdiri, eksistensi petani sudah jauh diakui. Dalam naskah-naskah sejarah diuraikan, petani dan warga perdesaan merupakan penopang utama keberhasilan merebut kemerdekaan. Tidak hanya menyediakan tempat persembunyian, peran petani dan warga perdesaan paling penting ialah menjamin logistik para pejuang. Mustahil pejuang menang berjuang dengan perut kosong. Pertanyaannya, sudahkah petani kita merdeka? Jumlah petani saat ini mencapai 54% dari jumlah rakyat Indonesia. Logikanya, jika rakyat merasakan kemerdekaan, otomatis kemerdekaan juga dirasakan petani. Jika tidak, siapa sebenarnya yang memetik kemerdekaan selama 72 tahun ini? Bagaimanakah kehidupan petani setelah 72 tahun merdeka: apakah semakin sejahtera, tetap, atau bahkan kian menderita? Benarkah petani semakin tidak berdaya? Apakah indikasinya? Bagaimana membuat mereka merdeka dalam arti ses

MENGHIDUPKAN KEMBALI KEBHINEKAAN DI LAHAN PERTANIAN

Petani Berbhineka Penulis:Dedek Hendry, Sumberdaya hayati di Indonesia sangatlah kaya. Kendati wilayah darat Indonesia hanya 1,3 persen dari seluruh wilayah darat dunia, di dalamnya terkandung 10 persen dari spesies tanaman dunia, 12 persen dari spesies mamalia, 16 persen dari spesies reptil dan amfibi dan 17 persen dari spesies burung (Bappenas dalam Barber dkk, 1997). Bukan hanya sekadar kaya, bahkan sebagian darinya merupakan spesies endemik. Misalnya untuk jenis mamalia, dari 515 jenis yang ada, 39 persennya merupakan endemik. Demikian pula untuk spesies burung, dari 1,531 jenis, 397 jenis adalah endemik. Dan dari 477 jenis palem, 225 di antaranya terkategori endemik (Sunarto, 2003). Kekayaan sumberdaya hayati itu telah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Indonesia. Diperkirakan sekitar 40 juta penduduk Indonesia tergantung pada keragaman hayati secara langsung untuk menyambung kehidupannya (Bapennas dalam Jahmtami, 1994). Mereka yang tinggal secara turun temurun d

MERDEKA RAGANYA, TIDAK JIWANYA

Terus Bekerja Oleh:Patria Agustus tlah hadir, bulan suci bagi masyarakat Indonesia tlah kembali. Bendera di muka rumah warga tlah dinaikkan, umbul-umbul nuansa merah-putih tlah terpasang dimana-mana. Dari kompleks perumahan mewah hingga kampung kumuh di pinggiran kota. Seakan tiap manusia di negeri ini ikut larut dalam euphoria yang terkandung dalam pekik ‘merdeka.’ Seakan merdeka menjadi kata sakti mandraguna yang mampu mengusir tiap kaum imprealis untuk angkat kaki dari Indonesia. Namun, nyatanya tidak; merdeka hanya pemanis untuk Revolusi yang dikhianati. Bukan mengusir kaum yang menginjak mati bangsa, malah mengundang mereka untuk nikmati tubuh molek ibunda pertiwi. Bagaimana bisa? Baru-baru ini, mata masyarakat terbelalak dengan manuver cepat—yang dirasa tepat oleh birokrat. Mengeluarkan Perppu yang mengatur Ormaslah manuvernya. Tertuang dalam Perppu No. 2 Tahun 2017, yang ditanda tangani oleh Presiden pada tanggal 10 Juli 2017. Dengan alasan menyelematkan Negara dari

REFORMASI AGRARIA DAN HARAPAN PETANI

Ilustrasi Petani Oleh: Panji Dafa Mahasiswa Perikanan UGM 2016 Bagi negara-negara agraris, masalah tanah pada hakikatnya adalah masalah fundamental. Sudah disadari pula bahwa permasalahan dalam ranah agraria merupakan permasalahan yang rumit dan peka, menyangkut berbagai macam sendi kehidupan. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan antardisiplin ilmu. Kalau kita telaah bersama, sepanjang sejarah, sejak manusia berburu dan meramu, lalu bertani secara nomaden, mengembara sampai pada bercocok tanam secara menetap, peguasaan dan pemanfaatan tanah sering kali menimbulkan polemik sengketa. Dengan berlangsungnya waktu, di dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang sistem pembagian pekerjaan yang makin lama makin menjadi rumit. Dengan timbulnya kota-kota, atau pusat-pusat kekuasaan, akhirnya tidak semua manusia mengolah tanah. Mereka yang berada di kota sibuk dengan berbagai kegiatan lain, sedangkan mereka yang di desa bekerja menggarap tanah dan menghasilkan bahan pangan bagi selu

NARASI TERDEGRADASINYA KEDAULATAN PETANI INDONESIA

Petani,Cangkul dan Langit Biru Esai Exsan Ali Setyonugroho “Goudland, tanah emas, surga buat kaum kapitalis. Tetapi tanah keringat air mata maut, neraka buat kaum proletar…di sana berlaku pertentangan yang tajam antara modal dan tenaga, serta antara penjajah dan terjajah.” (Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara, Jilid I) Petani merupakan soko guru kehidupan. Tanpa petani seorang presiden sekalipun tidak dapat hidup. Karena semua makanan yang tersaji di meja makan seperti nasi, sayur, tempe, tahu, sampai singkong semua berawal dari keringat petani. Petani merupakan manusia-manusia mulia yang hidup di muka bumi ini. Satu sisi ia bisa hidup mandiri, sisi lain dia juga menghidupi orang lain dengan hasil pertaniannya. Namun demikian, kematian Salim Kancil seorang petani dari Lumajang, tersingkirnya petani Urutsewu, Kendeng, Batang dari tanahnya, dll,  memberikan isyarat bagi kita bahwa nasib petani kini terancam kesejahteraannya. Belum lagi kasus di Kulon Progo, Kendal, Demak, Ban

MASALAH AGRARIA, PETANI DAN KEDAULATAN

Aksi Petani Tuntut Keadilan Agraria Oleh: Firmansyah Tasril Siapa menguasai tanah, ia menguasai pangan, atau ia menguasai sarana-sarana kehidupan. siapa menguasai sarana kehidupan, ia menguasai manusia! Barangkali motto inilah yang mengantarkan Christoper Columbus secara filosofis mendarat di sebuah benua yang selanjutnya di berinama Amerika. Dari penemuan ini jualah hasrat akan penguasaan sumber-sumber kehidupan dan sumberdaya alam mulai tak tertahankan. Sehingga penduduk asli benua harus diperangi, tersingkir dan kehilangan akan hak atas tanah moyang (ulayat) dan sumber kehidupan. Ekspansi fisik dan kekuatan bersenjata merupakan metode efektif dalam menguasai hak orang lain, lalu dibuatlah legalisasi kepemilikan atas hak orang lain itu dengan menggunakan pendekatan hukum. Lain kata, ‘merampok’ tapi dianggap sah secara hukum. Aneh bukan?! Metode dengan penggunaan kekuatan senjata adalah metode konvensional yang dilakukan beberapa abad yang lalu. Artinya, hasrat untuk meng

SAATNYA PETANI BERDAULAT

Petani Panen Padi “Sebagai manusia, petani juga mempunyai harapan dan mempunyai pula rasa gembira dan rasa kecewa. Kaum tani harus yakin bahwa dia bekerja untuk masa depannya.” [Soekarno, Tahun Vivere Pericoloso, 1964]. Oleh: Aria Bima Menjadi petani, terutama petani padi, rasanya makin sulit. Ketika harga padi atau beras naik sedikit saja, pemerintah melalui Departemen Perdagangan dan Bulog buru-buru membanjiri pasar dengan beras murah, yang sebagian besar berasal dari beras impor. Tapi, saat panen raya tiba dan harga anjlok, pemerintah dan Bulog tak sigap menyerap produksi petani. Petani yang posisi tawarnya lemah harus menghadapi sendiri para tengkulak bermodal kuat. Niat pemerintah membantu petani dengan menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) pada masa panen raya pun tak banyak membantu. Pasalnya, seperti kita lihat tahun ini, HPP justru di bawah harga pasar. Dengan HPP seperti itu, tentu saja Bulog ogah membeli produksi petani. Sebab, sebagai perum yang misinya

REGENERASI PETANI DAN LAHAN SUBUR INDONESIA?

Bertani Lintas Generasi Oleh : Yusuf Fahrizal Mahasiswa Vokasi Universiatas Airlangga Indonesia adalah negara Agraris tapi kenapa Indonesia masih mengimpor bahan makanan pokok dari luar negeri dan parahnya kebanyakan para petani di sawah telah menginjak usia lanjut, dan seharusnya para pemudahlah yang melanjutkan perjuangan mereka terutama mahasiswa yang menimba ilmu di bidang pertanian. Padahal Indonesia memiliki banyak lulusan dibidang pertanian, lalu kemana saja alumni / mahasiswa pertanian ? yang seharusnya mereka mengembangkan sektor-sektor pertanian yang ada di Indonesia ini dengan ilmu-ilmunya ,  Apakah mungkin mereka menganggap remeh pekerjaan menjadi seorang petani ? hal ini dirasa selaras dengan Tan Malaka yang mengungkapkan “ Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah menganggap dirinya terlalu tinnggi dan pintar untuk melebur dengan masyarkat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan

PENDIDIKAN TINGGI, MIMPI ANAK PETANI MELARAT

Anak Desa Oleh : Boyan Pendidikan yang membumi merupakan pendidikan yang dialogis. Pendidikan yang membumi ini melihat antara teks (teori) pendidikan dengan konteks (realitas social). Di desa kecil di sebuah kawasan Jawa Tengah ada sebuah tipe sekolah menarik, pendidikan untuk anak petani. Dengan cita-cita utama mewujudkan sebuah system pendidikan yang berguna bagi kehidupan. Pendidikan anak petani merupakan pendidikan pemberontakan. Sebuah bentuk pendidikan yang lain dari apa yang kita saksikan selama ini. Dimana pendidikan hanya mengajarkan bagaimana seseorang tergantung pada universitas (SMA) dan tekhnologi (SMK). Pendidikan alternative membetot segala silang sengkarut pendidikan yang selama ini hanya bagus di teks (KTSP) tanpa melihat situasi riil yang dihadapi masyarakat. Model pendidikan alternative hadir dari kebutuhan masyarakat yang butuh kelanjutan. Melanjutkan generasi tani yang hamper mati akibat hilangnya potensi desa karena ditinggal sebagian terbesar tenaga ke

REGENERASI PETANI, MODAL PENTING KEDAULATAN PANGAN

Regenerasi Petani Oleh : Aditya Herwin Dwiputra Pangan merupakan kebutuhan utama seluruh manusia. Kebutuhan pangan terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini terlihat dari permintaan bahan pangan di pasar yang cenderung terus meningkat. Pemerintah memang sudah menyadari kebutuhan pangan merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi, sehingga muncul program-program yang bertujuan untuk mencapai swasembada pangan seperti Repelita pada era orde baru dan program Upaya Khusus Tanaman Padi,Jagung dan Kedele (UPSUS PAJALE) pada era pemerintahan kini sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Regenerasi petani akan menjadi permasalahan krusial,jika kita melihat data Petani menurut klasifikasi umur yang di terbitkan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2013. Sekitar 61% petani utama berusia lebih dari 45 tahun, 1% petani berusia 15-24 tahun, 12% berusia 25-34 tahun dan 26% berusia 35-44 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa regenerasi muda kurang tertarik menjadi petani da

BERGURULAH KEPADA PETANI

Petani Malang Oleh: Abu Rafif Irfan Selalu ada hal menarik ketika mengamati kehidupan para petani. Petani adalah salah satu guru kehidupan terbaik. Di setiap langkah hidupnya ada pelajaran yang bisa dipetik untuk cermin berkaca bagi siapapun. Salah satunya, petani adalah simbol keiklasan dan ketulusan dalam menjalankan profesi. Jutaan petani rela bersimbah peluh, berlepotan lumpur sawah, berjemur ditengah terik matahari untuk menanam dan memelihara tanaman di sawah dan ladangnya. Tidak ada sedikitpun rasa enggan dan malas ketika harus terjun ke sawah di pagi buta, menyiangi tanaman di siang hari, dan memupuk di sore hari. Tidak ada sedikitpun keluhan ketika harus berburu tikus yang menyerang lahan tanamnya, atau menyemprot pestisida karena tanaman padinya diserbu wereng. Keiklasan dan ketulusan itu makin tampak ketika mereka harus melepas hasil panen untuk dijual ke pasar atau tengkulak. Tidak pernah ada pernyataan keluar dari bibir mereka bahwa kerja keras merekah yang telah

MANISNYA TEBU TAK SEMANIS NASIB PETANINYA

Petani mengayuh Sepeda Oleh: Muhammad Rizvied BERBEKAL sepeda tuanya yang bontot, berusia kira-kira separuh umurnya yang telah memasuki kepala tujuh, Kakek tua rentah ini mengayuh sepedanya menuju sebuah lahan pertanian tebu yang letaknya ratusan meter dari tempat tinggalnya di kabupaten Takalar. Takalar adalah sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan yang jaraknya 75 kilometer dari Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Kakek ini adalah seorang buruh harian (Petani tebu) yang bekerja disebuah lahan milik pemerintah di wilayah Polongbangkeng, kabupaten Takalar Sulsel. Walaupun telah puluhan tahun menjadi petani tebu. Pria tua ini tetap saja berkutak dengan kemiskinan. Polobangkeng adalah sebuah wilayah yang terbagi dalam dua kecamatan. Yakni Polobangkeng utara dan selatan. Di daerah ini sedikitnya terdapat 12 desa, yang 85 persen penduduknya adalah petani miskin. Sepertinya petani disana tak akan pernah sejehtera. Mengingat upah dan terus merosotnya harga gula. Keb

Mencermati Alih Status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu (HLGTP) Banyuwangi

Ilustrasi Pertambangan Oleh : Rosdi Bahtiar Martadi Banyuwangi, Harian Pemalang – Undang-Undang no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan melarang kegiatan open pit mining (penambangan terbuka) di hutan lindung. Larangan ini rupanya disiasati oleh penguasa dan korporasi dengan melakukan sejumlah langkah untuk menurunkan status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu (HLGTP). Mengapa status HLGTP perlu diturunkan? Sebab jika Tumpang Pitu statusnya masih hutan lindung, maka rencana penambangan emas di dalamnya akan terganjal dengan larangan Undang-Undang no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Karena itu, dengan tujuan memuluskan rencana penambangan emas, maka status Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu harus diturunkan. Diturunkan dari hutan lindung menjadi hutan produksi. Secara administratif Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu (HLGTP) masuk dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Sukamade, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Untuk memuluskan rencana eksploitasi emas di HLGTP, Me

HARUSNYA PETANI ITU...

Oleh : Bangun Sutoyo S.E Seharusnya petani menjadi raja dan merdeka di tanah sendiri,tapi tidak demikian dengan petani-petani ayam broiler di negara ini,banyak kepentingan-kepentingan para pemodal besar yang membuat peternak-peternak (petani) kecil tidak mempunyai banyak pilihan,tidak memiliki ruang dan akses untuk berkembang di karenakan ketergantungan-ketergantungan dari dari industri besar di hulu dan fluktuatif harga barang jadinya,secara tidak sadar dan secara masif peternak rakyat yang mempunyai modal sangat terbatas di bunuh secara kharakter dan kesempatan-kesempatan untuk bertumbuh kembang di kebiri secara sistematis,banyak pola-pola yang di bangun atau di ciptakan para pemilik modal yang membuat peternak menjadi pecandu dari sistem, seperti pola kemitraan atau pola inti-plasma pada budidaya ayam broiler Pola inti-plasma yang seharusnya di buat untuk membuat peternak menjadi mandiri tapi sebaliknya peternak di buat menjadi kecanduan atau di ibaratkan menjadi sapi perahan

Dimana dan Kenapa Mahasiswa Pertanian?

Petani ditangkap Dengan Nama Tuhan yang Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Hidup Pertanian Indonesia! Mahasiswa pada hakekatnya adalah penyambung lidah rakyat. Sudah menjadi marwahnya mahasiswa membela kaum tertindas, seperti petani dan buruh. Mahasiswa menjadi garda terdepan dalam menerima aspirasi dari masyarakat dan menjadi garda terdepan pula dalam menyampaikan aspirasi tersebut kepada pemerintah. Namun, sampai saat ini dimana dan kenapa mahasiswa pertanian? Ketika lahan pertanian dan wilayah pertanian diambil atau bahkan direbut paksa oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan tidak memiliki kesadaran bahwa sumber pangan mereka dari pertanian, dimana mahasiswa pertanian? Ketika para petani berjibaku mempertahankan sawah dan ladangnya sampai-sampai menerima kekerasan fisik dan mental, dimana mahasiswa pertanian? Kawan-kawan ingat pada November 2016, ketika aparat keamanan yang terdiri dari Kepolisian dan TNI menggusur se

TANAH UNTUK RAKYAT?

Kuasa Tirani mengbil Ruang Kehidupan Rakyat oleh: Hartini Wirapajar Peraturan pemerintah yang tak segera menyelesaikan persoalan pertanahan  dan peraturan Presiden tentang ‘tanah’ semakin urgen dan butuh penegasan. Mengingat UUPA tahun 1960 yang menjadi cita-cita founding fathers tidak ada upaya pemimpin saat ini untuk melaksanakan distribusi tanah ke petani miskin. Konflik yang terjadi di berbagai daerah selalu absen dari perbincangan publik.. Konflik di Karawang baru-baru ini, dan konflik yang sudah lama seperti di Riau, Lampung dan Kalimantan harus diselesaikan dengan memberi keadilan pasti kepada rakyat yang lelah dan selalu kalah dengan pemilik modal. Upaya untuk mencetak 2 juta lahan pertanian baru, masih dirasakan pesimis mengingat lahan pertanian tersebut akan dikelola oleh negara sebagai pemilik sah tanah. Jika upaya distribusi tanah ke petani miskin hanya janji-janji, sampai kapanpun yang memenangkan perebutan tanah sejak era kolonial sampai pemerintahan Indonesia