Langsung ke konten utama

BERGURULAH KEPADA PETANI

Petani Malang


Oleh: Abu Rafif Irfan

Selalu ada hal menarik ketika mengamati kehidupan para petani. Petani adalah salah satu guru kehidupan terbaik. Di setiap langkah hidupnya ada pelajaran yang bisa dipetik untuk cermin berkaca bagi siapapun. Salah satunya, petani adalah simbol keiklasan dan ketulusan dalam menjalankan profesi. Jutaan petani rela bersimbah peluh, berlepotan lumpur sawah, berjemur ditengah terik matahari untuk menanam dan memelihara tanaman di sawah dan ladangnya. Tidak ada sedikitpun rasa enggan dan malas ketika harus terjun ke sawah di pagi buta, menyiangi tanaman di siang hari, dan memupuk di sore hari. Tidak ada sedikitpun keluhan ketika harus berburu tikus yang menyerang lahan tanamnya, atau menyemprot pestisida karena tanaman padinya diserbu wereng.

Keiklasan dan ketulusan itu makin tampak ketika mereka harus melepas hasil panen untuk dijual ke pasar atau tengkulak. Tidak pernah ada pernyataan keluar dari bibir mereka bahwa kerja keras merekah yang telah menghidupi jutaan warga negeri ini. Para petani padi tidak pernah berpikir bahwa merekalah yang telah memberi makan jutaan penduduk negeri ini dengan beras yang pulen dan wangi. Para petani buah dan sayuran juga tidak pernah merasa bahwa merekalah yang telah menyehatkan jutaan warga negeri ini. Bahkan mereka juga iklas dan tulus menerima nasib ketika dipaksa menerima harga murah hasil panen mereka.

Lebih dari itu, pada sosok petani kita bisa berguru tentang alur kehidupan yang lurus, jujur, dan berjalan apa adanya. Tidak ada kepalsuan, jalan pintas, sogok menyogok, apalagi korupsi pada diri petani sejati. Sejak awal tanam, mereka harus mengolah tanah lebih dulu, menyiapkan saluran air, membeli benih, menanam, menjaga dan memelihara, baru kemudian memanen. Tahapan itu harus dilalui dengan konsisten, tanpa ada celah untuk mengambil jalan pintas. Tidak mungkin menanam tanpa mencangkul terlebih dahulu, dan juga tidak mungkin memanen tanpa menanam, memelihara dan menjaga dari serangan hama dan penyakit. Alur itu harus mereka lalui dengan sabar dan kerja keras, disertai doa penuh harapan.

Oleh karena itu, kita juga bisa belajar tentang kesabaran kepada para petani. Sabar yang bukan berarti kepasrahan, tetapi kesabaran yang dibalut dengan energi ikhtiar dan kerja keras, serta tidak pernah lepas dari doa dan harapan. Lihat saja, para petani padi sabar menunggu panen hingga tiga bulan lebih, dan dalam menunggu itu mereka tidak pernah diam. Mereka harus berjuang memelihara dan menjaga agar tanaman padi mereka tumbuh subur, menghasilkan bulir padi yang padat dan bernas, serta dipanen dengan hasil melimpah. Mereka adalah simbol kesabaran dalam menyikapi dan menyiasati kehidupan.

Petani adalah guru kehidupan sejati. Selamat menanam dan berjuang hingga masa panen nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EVOLUSI PERTANIAN, REVOLUSI INDUSTRI DAN MASA DEPAN PETANI

Ilustrasi Hingga abad 18, semua petani di belahan bumi ini masih menggunakan pertanian alami. Revolusi industri yang terjadi di Eropa telah mengubah wajah dunia menjadi serba cepat, massal dan global. Merkantilisme yang bergerak diawal abad 16 yang ditandai dengan penjelajahan samudera dan benua baru oleh bangsa eropa semakin menemukan pasangannya setelah revolusi industri pecah di prancis dan inggris. Pelan-pelan merkantilisme berubah menjadi kolonialisme di bumi Asia, Afrika dan amerika latin. Pengenalan berbagai macam tanaman perkebunan untuk kepentingan eropa dikembangkan secara besar-besaran di negeri jajahan , termasuk Indonesia. Orientasi pertanian berubah dari upaya memenuhi kebutuhan pangan domestik menjadi kebutuhan ekspor. Perlahan tapi pasti, rakyat dipaksa untuk membuka hutan menjadi perkebunan teh, karet, kina, kopi, kakau dan lainnya. pemanfaatan lahan untuk perkebunan semakin menjauhkan petani terhadap jenis tanaman pangan untuk kebutuhan keluarga. Pada situasi ini

PENDIDIKAN TINGGI, MIMPI ANAK PETANI MELARAT

Anak Desa Oleh : Boyan Pendidikan yang membumi merupakan pendidikan yang dialogis. Pendidikan yang membumi ini melihat antara teks (teori) pendidikan dengan konteks (realitas social). Di desa kecil di sebuah kawasan Jawa Tengah ada sebuah tipe sekolah menarik, pendidikan untuk anak petani. Dengan cita-cita utama mewujudkan sebuah system pendidikan yang berguna bagi kehidupan. Pendidikan anak petani merupakan pendidikan pemberontakan. Sebuah bentuk pendidikan yang lain dari apa yang kita saksikan selama ini. Dimana pendidikan hanya mengajarkan bagaimana seseorang tergantung pada universitas (SMA) dan tekhnologi (SMK). Pendidikan alternative membetot segala silang sengkarut pendidikan yang selama ini hanya bagus di teks (KTSP) tanpa melihat situasi riil yang dihadapi masyarakat. Model pendidikan alternative hadir dari kebutuhan masyarakat yang butuh kelanjutan. Melanjutkan generasi tani yang hamper mati akibat hilangnya potensi desa karena ditinggal sebagian terbesar tenaga ke

KONSEP REFORMA AGRARIA DIPERTANYAKAN

Tanah Untuk Rakyat Konsep reforma agraria yang kini diusung pemerintah untuk menjalankan kebijakan pemerataan, dipertanyakan. Sebab tidak mencakup syarat baku reforma agraria sebagaimana dilakukan di sejumlah negara. Direktur Eksekutif Sajogyo Institute Eko Cahyono di Bogor, Rabu (15/2), menyatakan, reforma agraria merupakan konsep yang sudah baku. Reforma agraria mensyaratkan minimal empat faktor, yakni restrukturisasi dari ketimpangan struktur agraria, penyelesaian konflik-konflik agraria, cakupan lintas sektoral, dan ditujukan untuk petani miskin dan kelompok masyarakat tak bertanah. Sehingga dari penjelasan pemerintah, konsep reforma agraria yang dianut, hanyalah kebijakan agraria dan bukan reforma agraria yang sesungguhnya. Alasannya, kebijakan yang digagas pemerintah tidak benar-benar merombak struktur agraria, tetapi lebih banyak soal sertifikasi lahan. ”Kebijakan agraria yang direncanakan pemerintah memang positif. Tapi tolong jangan menggunakan istilah kebijakan reforma ag