Langsung ke konten utama

KISAH USANG REFORMASI PERTANIAN

Ilustrasi Petani
Masalah di potensi sektor pertanian, masih menghinggapi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode setahun ke belakang. Sebenarnya masalah usang, namun tetap eksis hingga sekarang. Terhitung di periode akhir triwulan 2015 hingga 2016, tercatat beberapa indikasi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Diantaranya pengaruh dari sektor pertanian. Angka inflasi pada Januari 2017 di berbagai daerah tercatat cukup tinggi, yakni di angka 3,87%. Hal itu lantaran terkait administer prices, yakni gejolak harga-harga beras, daging sapi, bawang merah dan cabai rawit, serta bahan bakar minyak. Dari instrumen administer prices tersebut, beras, daging, bawang, dan cabai merupakan komponen pertanian, yang kelanjutan produksinya menjadi tantangan ke depan.Tantangan sektor pertanian tersebut, memerlukan sebuah reformasi untuk menjawabnya. Pembenahan Ada lima hal yang harus dibenahi dalam mewujudkan reformasi pertanian. Pertama mengenai pasokan dan produksinya.Masalah keterbatasan lahan pertanian dan irigasi, harus lebih disoroti penanggulangannya. Pasalnya, mayoritas para petani Indonesia hanya memilikil ahan garap pertanian di bawah 1 hektar (Ha), yakni 0,25 Ha. Keterbatasan lahan tersebut kemudian mengakibatkan penggunaan mekanisasi pertanian ikut menjadi terbatas. Alhasil, produksi pertanian pun kurang optimal. Masalah ketersediaan lahan pun diperberat dengan masih berlangsungnya konversi lahan di berbagai daerah di Indonesia. Karenanya, harus diupayakan secara lebih serius lagi tentang pengadaan lahan pertanian baru. Hal kedua untuk pembenahan pertanian adalah infrastrukturnya. Infrastruktur pertanian sangat berkaitan erat dengan kualitas hasil pertanian. Dalam hal ini, infrastruktur yang menjadi fasilitas bagi petani itu sendiri, yakni insentif bagi petani. Tampak kelemahan sektor pertanian Indonesia adalah generasi pertanian yang tidak update. Kaum muda berpendidikan tinggi, enggan menjadi petani karena menganggap masa depan petani kurang menguntungkan. Akhirnya kemajuan sektor pertanian Indonesia stagnan dan tetap jauh dari jangkauan perbankan. Ini perlu peningkatan kelembagaan pertanian. Yaitu para petani gurem dan yang kecil, diharap membentuk suatu corporate management yang kemudian menciptakan sebuah badan usaha. Di badan usaha inilah para petani akan mengatasi kendala infrastruktur pertanian secara bersama-sama. Dengan cara ini, para petani akan menemukan cara untuk mengatasi permasalahan infrastruktur dan pada akhirnya memperkecil risiko usaha. Perbankan pun akan lebih melirik petani, apalagi bila petani ikut menciptakan skema pemasaran hasil produksinya tersebut. Ketiga, reformasi pertanian pada sektor pembiayaan. Ini masih berkaitan dengan kendala kualitas hasil pertanian, yakni gejala enggannya perbankan dan bank perkreditan rakyat membantu sektor pertanian. Mengintip catatan Bank Indonesia, sebagian besar pembiayaan bagi petani berasal dari perorangan. Hanya maksimal 14% petani yang dibiayai oleh bank dan BPR. Dan perbankan pun lebih menyenangi pembiayaan pertanian di sektor hilir. Padahal, justru di sektor hulu on farm yang membutuhkan biaya yang besar. Perbankan malah lebih tertarik membiayai ekspor dan pengolahan pertanian, sehingga hal ini masih memukul kemampuan produksi pertanian Indonesia. Namun dari permasalahan ini, perbankan juga memberi masukan bagi para pelaku pertanian baik di sisi hulu maupun hilir, yakni mengenai resi gudang guna menjaga kualitas pasokan pertanian.

Hal keempat untuk mereformasi sektor pertanian adalah di tata niaga dan distribusinya. Jalur perdagangan yang panjang dari petani ke komsumen tingkat akhir merupakan tantangan yang sejak lama harus dibenahi. Pasalnya, untuk bisa menikmati hasil pertanian dar ipetani, jalur perniagaannya harus melewati pengepul, kemudian, distributor, pedagang besar, pedagang ritel, dan akhirnya pedagang kecil. Barulah dari pedagang kecil, konsumen akhir dapat membeli produk pertanian. Kelima, struktur pasar pertanian. Ini berkaitan erat dengan tata niaga dan distribusi pertanian. Jelas sekali terbaca dari struktur pasar pertanian tersebut, adanya praktek pemain yang dominan. Hal ini menyebabkan imperfect competition, yang berasal dari monopilistic competition, sehingga sumber dan alur perdagangan hasil pertanian jadi samar-samar. Untuk itu, sangat diperlukan maksimalisasi peranan pasar induk. Karena di berbagai negara, Eropa, Jepang, dan Cina, peranan pasar induk dapat mencegah terjadinya imperfect competition. Pasar induk di negara-negara tersebut lebih seperti seperti whole seller. Di pasar induk itulah data-data hasil pertanian dapat dimonitor dan dikumpulkan. Untuk itu, pasar induk seharusnya dibangun di seluruh wilayah Indonesia, karena saat ini masih bertumpu di Pulau Jawa. Lalu peranan e-commerce di setor pertanian pun menjadi cukup vital, karena untuk memotong permainan harga yang merugikan petani dan konsumen di tingkat akhir.

Sumber : http://m.kompasiana.com/harrystbagindo/kisah-usang-reformasi-pertanian_589d43939a937324057dc5fe

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EVOLUSI PERTANIAN, REVOLUSI INDUSTRI DAN MASA DEPAN PETANI

Ilustrasi Hingga abad 18, semua petani di belahan bumi ini masih menggunakan pertanian alami. Revolusi industri yang terjadi di Eropa telah mengubah wajah dunia menjadi serba cepat, massal dan global. Merkantilisme yang bergerak diawal abad 16 yang ditandai dengan penjelajahan samudera dan benua baru oleh bangsa eropa semakin menemukan pasangannya setelah revolusi industri pecah di prancis dan inggris. Pelan-pelan merkantilisme berubah menjadi kolonialisme di bumi Asia, Afrika dan amerika latin. Pengenalan berbagai macam tanaman perkebunan untuk kepentingan eropa dikembangkan secara besar-besaran di negeri jajahan , termasuk Indonesia. Orientasi pertanian berubah dari upaya memenuhi kebutuhan pangan domestik menjadi kebutuhan ekspor. Perlahan tapi pasti, rakyat dipaksa untuk membuka hutan menjadi perkebunan teh, karet, kina, kopi, kakau dan lainnya. pemanfaatan lahan untuk perkebunan semakin menjauhkan petani terhadap jenis tanaman pangan untuk kebutuhan keluarga. Pada situasi ini

PENDIDIKAN TINGGI, MIMPI ANAK PETANI MELARAT

Anak Desa Oleh : Boyan Pendidikan yang membumi merupakan pendidikan yang dialogis. Pendidikan yang membumi ini melihat antara teks (teori) pendidikan dengan konteks (realitas social). Di desa kecil di sebuah kawasan Jawa Tengah ada sebuah tipe sekolah menarik, pendidikan untuk anak petani. Dengan cita-cita utama mewujudkan sebuah system pendidikan yang berguna bagi kehidupan. Pendidikan anak petani merupakan pendidikan pemberontakan. Sebuah bentuk pendidikan yang lain dari apa yang kita saksikan selama ini. Dimana pendidikan hanya mengajarkan bagaimana seseorang tergantung pada universitas (SMA) dan tekhnologi (SMK). Pendidikan alternative membetot segala silang sengkarut pendidikan yang selama ini hanya bagus di teks (KTSP) tanpa melihat situasi riil yang dihadapi masyarakat. Model pendidikan alternative hadir dari kebutuhan masyarakat yang butuh kelanjutan. Melanjutkan generasi tani yang hamper mati akibat hilangnya potensi desa karena ditinggal sebagian terbesar tenaga ke

KONSEP REFORMA AGRARIA DIPERTANYAKAN

Tanah Untuk Rakyat Konsep reforma agraria yang kini diusung pemerintah untuk menjalankan kebijakan pemerataan, dipertanyakan. Sebab tidak mencakup syarat baku reforma agraria sebagaimana dilakukan di sejumlah negara. Direktur Eksekutif Sajogyo Institute Eko Cahyono di Bogor, Rabu (15/2), menyatakan, reforma agraria merupakan konsep yang sudah baku. Reforma agraria mensyaratkan minimal empat faktor, yakni restrukturisasi dari ketimpangan struktur agraria, penyelesaian konflik-konflik agraria, cakupan lintas sektoral, dan ditujukan untuk petani miskin dan kelompok masyarakat tak bertanah. Sehingga dari penjelasan pemerintah, konsep reforma agraria yang dianut, hanyalah kebijakan agraria dan bukan reforma agraria yang sesungguhnya. Alasannya, kebijakan yang digagas pemerintah tidak benar-benar merombak struktur agraria, tetapi lebih banyak soal sertifikasi lahan. ”Kebijakan agraria yang direncanakan pemerintah memang positif. Tapi tolong jangan menggunakan istilah kebijakan reforma ag