Mahasiswa 1998 menduduki gedung parlemen |
Bulan
Mei adalah bulan perjuangan. Di awali dengan hari buruh yang ramai disebut
dengan May Day, kemudian Hari Pendidikan dan tidak bisa lupa dengan gerakan
reformasi pada Mei 1998 yang berhasil
melengserkan rezim Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun sejak dikeluarkannya
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal 11 Maret 1966 hingga
tahun 1998. Masih terngiang-ngiang di alam pikiran tentang gerakan mahasiswa kala
itu yang merupakan puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pro-demokrasi
pada akhir dasawarsa 1990-an.
Gerakan ini mendapatkan momentumnya
saat terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Namun para analis
asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Peristiwa 27 Juli
1996 yang terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya
beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda
nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan
agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh
para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan
ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan
para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
·
Adili Soeharto
dan kroni-kroninya,
·
Laksanakan
amandemen UUD 1945,
·
Hapuskan Dwi
Fungsi ABRI,
·
Pelaksanaan
otonomi daerah yang seluas-luasnya,
·
Tegakkan
supremasi hukum,
·
Ciptakan
pemerintahan yang bersih dari KKN
Dengan
tuntutan ini, mahasiswa dapat bersatu menumbangkan rezim otoriter Soeharto dan memulai
babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu era Reformasi.
Reformasi itu sendiri menurut Sedarmayanti (2009:67), merupakan proses upaya sistematis, terpadu,
konferensif, ditujukan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik (Good
Governance). Selain itu, Widjaja (2011:75), mengatakan bahwa reformasi adalah
suatu usaha yang dimaksud agar praktik-praktik politik, pemerintah, ekonomi dan
sosial budaya yang dianggap oleh masyarakattidak sesuai dan tidak selaras
dengan kepentingan masyarakat dan aspirasi masyarakat diubah atau ditata ulang
agar menjadi lebih sesuai dan lebih selaras (sosio-reformasi). Kemudian Prasojo
(2009:xv), mengatakan bahwa reformasi merujuk pada upaya yang dikehendaki
(intended change), dalam suatu kerangka kerja yang jelas dan terarah, oleh
karena itu persyaratan keberhasilan reformasi adalah eksistensi peta jalan
(road map), menuju suatu kondisi, status dan tujuan yang ditetapkan sejak awal beserta
indikator keberhasilannya.
Yang menjadi petanyaan kita hari ini ialah,
sejauh mana reformasi itu berjalan? Apakah kita harus teruskan arah politik
yang saat ini sedang berlangsung, ataukah kita memutar haluan? Banyak yang
menjadi PR perjuangan di era reformasi yang masih belum jelas arah tujuannya dan
tidak jelas keberlanjutannya.
Kita tahu, Korupsi ala orde baru masih
merajalela. Pelakunya juga mereka-mereka yang dididik oleh rezim Orba, bahkan
langsung dari rezim Orba.Pembantaian dan kerusuhan Mei 1998, serta penculikan
aktivis masih menjadi tanda tanya. UU karet ITE, makar, penistaan meredam
demokrasi dalam masyarakat. Persis zaman orba, bedanya dulu memakai UU zaman
Belanda, sekarang sebagian UU produk legislatif yang korup. Penanggung-jawab Keamanan
Nasional Mei 1998 menjadi Menkopolhukam di era Jokowi, Orde Baru jilid ke-4.
Bukannya mempertanggung-jawabkan kegagalannya dalam sidang pengadilan. Malah
membangun dinas intelijen ala Orba yang sedang mengejar kewenangan penangkapan.
Konglomerat nasional masih berisi konglomerat
orde baru yang mengumpulkan kekayaan tanpa inovasi, tanpa kerja keras, penuh
pencitraan kebohongan dan penindasan rakyat. Sekarang semua membangun citra
baik. Sebagian membuat partai politik. Sistem kepartaian didominasi cara-cara
Orde Baru, dengan APBN sebagai sumber bancakan. Partai politik menjadi mesin
pembagi kue anggaran. Pengusaha berlomba menjadi “bendahara” partai, untuk
dapat jatah “arisan proyek”. Dari tingkat atas “proyek nasional”, sampai
tingkat bawah “dana desa” yang langsung bersentuhan dengan masyarakat kecil. Tidak
hanya berhenti disitu saja, pendiri-pendiri dan kepala partai kini menguasai
sebagian besar media informasi jurnalistik yang menyebabkan terkelolanya
informasi dengan baik sehingga mewujudkan amannya kursi kekuasaan dan semakin biasnya
kebenaran media. Kekayaan alam Indonesia dijarah habis untuk kemajuan
bangsa-bangsa asing, sementara uang-nya habis di korupsi, miris.
Komnas HAM menjadi bumper politik terhadap
kemarahan rakyat atas rezim yang menyembunyikan kejahatan HAM. Makan gaji buta
tanpa menyelesaikan kasus Mei 1998 yang merupakan alasan utama didirikannya
Komnas HAM. Para pejabat yang berdiri diatas darah rakyat dan mahasiswa, makan
anggaran darah. Mahasiswa, pejuang 4 generasi (45, 66, 74, 98), agen perubahan,
infrastruktur demokrasi Indonesia, di reduksi menjadi pelajar patuh. Demi
“pembangunan” rezim korup yang memperkaya segelintir orang: politisi dan
konglomerat pengikut aliran neo-Orba. Indonesia,
telah berkembang untuk memuaskan sebagian kecil elit, dan menelantarkan
mayoritas rakyat.
Oleh karenanya, perlu suatu sikap tegas
kekuatan strategis nasional, seperti kaum aktifis, melihat ke depan dengan
perubahan haluan. Kita harus berani mengatakan bahwa reformasi ini sudah gagal
dan perlu mendesain sebuah konsep baru.
Selamat merayakan 20 tahun Reformasi.
Perjuangkan demokrasi.
Perjuangkan darah rakyat.
Perjuangkan Indonesia yang adil ,makmur dan
Sejahtera.
Referensi
Prasojo, E.
(2009). Reformasi Kedua-Melanjutkan Estafet Reformasi. Jakarta:
Penerbit Salemba Humanika.
Sedarmayanti. (2009). Reformasi
Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan
(Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik). Bandung:
Refika Aditama.
Widjaja, H. (2011). Otonomi
Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Komentar
Posting Komentar